Sumberindonesia.com - Awalnya tidak terjadi apa-apa, sebagian warga tampak ada yang menyalami Djarot. Ada penolakan dengan spanduk yang berisi tolak penista agama. Saat itu khotib juga menyisipkan pesan-pesan politik dalam ceramahnya, ia meminta peserta sholat Jumat untuk memilih pemimpin muslim.Namun, Djarot hanya tersenyum kepada warga yang menolak kehadirannya. Meski ada yang menolak, namun tidak sedikit warga yang tetap menerima kehadiran Djarot. Mereka asik berfoto dan bersalaman dengan Djarot walaupun di dalam masjid beberapa warga berteriak mengusir Djarot.
Menurut Djarot, awalnya kehadiran dia di masjid tersebut mendapat sambutan yang hangat dari para jamaah. Bahkan jamaah yang sudah berada di dalam masjid sempat berfoto dan bersalaman dengannya sebelum salat Jumat dimulai.“Jemaahnya baik, tadi salaman foto-foto. Mungkin takmirnya baru tahu pas banyak orang salaman dan foto-foto sama saya.
Sehingga ya pidatolah di situ,” ujar Djarot usai salat Jumat.Namun, kejadian tak enak itu mulai terjadi saat takmir masjid mengetahui kehadiran Djarot di masjid tersebut. Menurut Djarot, usai membacakan laporan keuangan, takmir masjid langsung mengubah pidatonya menjadi provokatif.“Mereka yang memilih pemimpin seorang nasrani atau yahudi itu orang munafik. Bila kita memilih orang non muslim sementara ada orang muslim sebagai pilihan, itulah kita dicap jadi seorang munafik,” ujar seorang jamaah yang menggunakan mikrophone.Seusai salat, keadaan menjadi gaduh. Djarot keluar dari dalam masjid diiringi dengan teriakan takbir dan penolakan.
Sebagian jemaah pun terlihat memberikan tanda ‘OK OCE’ dengan menggunakan tangan mereka.“Takbir, Allahu Akbar,” serta teriakan “usir, usir, usir,” teriak sebagian jemaah.Mendapat penolakan, Djarot mengatakan menilai aksi sebagian jemaah dan isi ceramah yang disampaikan menunjukkan masjid telah dipolitisasi untuk kepentingan politik.“Itu lah bentuk saya sebutkan politisasi masjid. Untuk kepentingan-kepentingan politik praktis, politik praktis. Mungkin meniru pola di negara lain,” kata Djarot di lokasi, Jumat (14/4) dari Sumber Indonesia.
Rasanya ini sudah benar-benar keterlaluan. Seorang muslim diusir keluar mesjid pada hari Jumat. Diusir dari rumah Allah seolah-olah mereka sudah bertindak seperti pemilik rumah tersebut, di hari besar umat Islam pula. Kelompok Islam radikal memang tidak bisa berbeda pendapat, otak mereka keram melihat orang berbeda pilihan. Tidak bisa paham bahwa ada fatwa yang membolehkan memilih non-muslim dengan dasar yang lebih kuat daripada yang menolak. Tidak paham bahwa mereka sedang tinggal di Indonesia yang bukan negara Islam.Lagi pula Djarot kesana datang untuk menunaikan sholat Jumat bukan untuk berkampanye. Ia datang sebagai seorang muslim yang akan sholat Jumat. Kenapa harus menerima perlakuan seperti itu? Tidak cukup dulu sudah mengusirnya dari mesjid At-Tin saat DIUNDANG ke acara haul Soeharto?
Kini ia pun harus diusir dari mesjid padahal ia datang untuk menunaikan ibadah sebagai seorang muslim?Bagaimana Jakarta bisa bahagia warganya kalau pendukungnya seperti ini, radikal dan keji seperti ini? Tidak bisa menerima perbedaan pilihan politik, tidak bisa menempatkan diri, sangat emosional dan mudah meledak sekali. Dulu Anies meminta kepada para pendukungnya agar tidak lagi mengancam, menghentikan intimidasi namun mereka tidak mendengarkan ucapan Anies sedikit pun, mereka tidak mampu mengendalikan diri.
Bagaimana bisa Anies memimpin mereka? Itulah kalau pemimpin dipilih hanya karena agamanya saja tapi sebenarnya ia tidak mempunyai kualitas untuk menjadi pemimpin untuk bisa "knows the way, goes the way dan shows the way". Mesjid bukan monopoli sekelompok orang atau sekelompok pendukung fatwa saja. Mesjid itu milik seluruh umat Islam. Apa haknya pendukung Anies hingga merasa bisa mengusir Djarot dari sana. Sungguh ini keterlaluan sekali, dan sungguh ini sangat memalukan. Syiar Islam apa yang sedang kalian pertunjukkan wahai penduduk bumi datar bersumbu pendek? Sungguh memalukan.
0 komentar:
Posting Komentar